Page 86 - BUKU SEJARAH PENGADILAN AGAMA BATANG
P. 86

hukum yang lebih kokoh bagi kewenangan dan fungsinya
                  sebagai lembaga resmi negara. Perjalanan regulasi ini tidak
                  berhenti di situ. Perubahan yang kemudian lahir melalui Un-
                  dang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang
                  Nomor 50 Tahun 2009 menandai fase penting dalam sejarah
                  peradilan agama di Indonesia: sebuah fase reformasi hukum
                  yang memperluas ranah kewenangan Pengadilan Agama, ter-
                  masuk dalam penyelesaian perkara-perkara ekonomi syariah.

                  Perubahan tersebut membawa konsekuensi yang tidak kecil.
                  Dalam praktik peradilan, hakim tidak lagi hanya mengandal-
                  kan sumber-sumber klasik hukum Islam seperti Al-Qur’an,
                  Hadis, Ijma’, dan Qiyas. Mereka kini juga merujuk pada
                  berbagai  produk hukum  nasional,  seperti Undang-Undang
                  Perkawinan, Undang-Undang Wakaf, Undang-Undang Per-
                  bankan Syariah, hingga fatwa-fatwa dari Dewan Syariah Na-
                  sional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam perkara
                  yang berkaitan dengan transaksi bisnis dan keuangan syariah.
                  Kompilasi Hukum Islam (KHI) tetap menjadi pijakan utama
                  dalam perkara hukum keluarga, sementara Yurisprudensi Mah-
                  kamah Agung memberikan kepastian arah dalam pengambil-
                  an putusan. Pendekatan maqāṣid al-syarī‘ah pun kini semakin
                  sering hadir dalam pertimbangan hakim, membawa semangat
                  keadilan dan kemaslahatan ke dalam ruang-ruang sidang.

                  Lebih jauh, dinamika hukum yang terus berkembang me-
                  nuntut  adanya  fleksibilitas  dalam  penanganan  perkara.
                  Tidak semua persoalan memiliki jawaban langsung dari
                  undang-undang. Untuk menjawab kekosongan hukum, Mah-
                  kamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung
                  (PERMA) yang bersifat normatif, serta Surat Edaran Mahka-
                  mah Agung (SEMA) sebagai pedoman teknis yang mengarah-
                  kan pelaksanaan tugas-tugas peradilan di seluruh Indonesia,




                    74
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91