Page 72 - BUKU SEJARAH PENGADILAN AGAMA BATANG
P. 72
Kewenangan
Pengadilan Agama
Batang
ada masa kolonial Belanda, Pengadilan Agama belum
Pterwujud dalam bentuk yang kita kenal sekarang. Sebe-
lumnya, sengketa yang melibatkan umat Islam di Indonesia
diselesaikan melalui pengadilan yang disebut "Court of Justi-
ce". Sistem peradilan ini tidak sepenuhnya mengakomodasi
hukum Islam, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh hu-
kum adat dan Belanda. Namun, pada tahun 1882, Pemerin-
tah Belanda mulai mengeluarkan kebijakan terkait peradilan
agama dengan diterbitkannya Reglement op de Burgerlijke
Rechtsvordering (Reglemen untuk Hukum Acara Perdata)
yang menyebutkan bahwa sengketa-sengketa antara orang-
orang Islam di Indonesia dapat diselesaikan dengan mengi-
kuti hukum Islam. Pengadilan Agama mulai dibentuk pada
masa ini, meskipun kewenangannya terbatas.
Pada masa awal pelaksanaan tugasnya, kewenangan Penga-
dilan Agama Batang dalam menangani perkara perceraian
masih terbatas. Saat itu, Pengadilan Agama belum memiliki
kewenangan untuk menerbitkan akta cerai secara langsung.
Kewenangan yang dimiliki terbatas pada mengeluarkan pu-
tusan atau penetapan cerai, yang selanjutnya dijadikan da-
sar bagi penerbitan Surat Keterangan Telah Terjadi Talak
(SKT3). Para pihak selanjutnya membawa SKT3 tersebut
ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mendapatkan Akta
Cerai yang sah secara administratif. Dengan demikian, pada
60

